Rabu, 04 Maret 2009

JAWABAN SAYYID MUHAMMAD BIN ALWI AL-MALIKI TENTANG PERAYAAN MAULID

Sudah lama kaum muslimin merayakan maulid Nabi SAW. Tetapi hingga kini, masih ada saja orang yang menolaknya dengan berbagai hujjah. Menurut mereka peringatan maulid bukan berasal dari Rasulullah SAW dan bukan ajaran agama. Benarkah demikian? Apakah sesuai dengan prinsip agama atau justru sebaliknya.
Diantara ulama kenamaan dunia yang banyak menjawab persoalan-persoalan seperti itu, yang banyak ditujukan kepada kaum Ahlussunnah wal jama’ah, adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Dalam ulasannya yang panjang lebar tentang peringatan maulid beliau mengatakan:
“ Hari maulid Nabi SAW bukanlah ‘id, dan kita tidak memandangnya sebagai ‘id, karena ia lebih besar, lebih agung, dan lebih mulia daripada ‘id. ‘Idul fitri dan ‘Idul ‘Adha hanya berlangsung sekali setahun, sedangkan peringatan maulid, mengingat beliau dan sirahnya, harus berlangsung terus, tidak terkaiit sengan waktu dan tempat.
Hari kelahiran beliau lebih agung daripada ‘id. Mengapa? Karena beliaulah yang membawa ‘id dan berbagai kegembiraan yang ada didalamnya. Karena beliau pula, kita memiliki hari-hari lain yang agung dalam Islam. Jika tidak ada kelahiran beliau, tidak ada bi’tsah (dibangkitkannya beliau sebagai Rasul), Nuzulul Qur’an, Isra Mi’raj, kemenangan dalam Perang Badar, dan fath Makkah, karena semua itu berhubunga dengan beliau dan denga kelahiran beliau, yang merupakan sumber dari kebaikan-kebaikan yang besar ”.
Sebelum mengemukakan dalil-dalil mauid, Sayyid Muhammad bin Alwi Alwi Al-Maliki menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan maulid.
Pertama, memperingati maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari kelahirannya, melainkan selalu dan selamanya, terlebih pada bulan kelahiran beliau, Rabi’ul Awwal, dan pada hari kelahiran beliau yaitu hari senin. Tidak layak seorang yang berakal bertanya, ”Mengapa kalian memperingati Maulid?”, karena seolah-olah ia bertanya “Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi SAW ?”
Apakah sah bila pertanyaan ini timbul dari seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adala utusan Allah ? seandainya saya harus menjawab, cukuplah saya menjawab, “ Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan beliau, saya gembira dan bahagia dengan beliau karena saya mencintainya, dan saya mencintainya karena saya seorang mukmin “.
Kedua, yang dimaksud dengan peringatan Maulid adalah berkumpul untuk mendengar sirah beliau dan mendengar puji-pujian tentang diri beliau, juga memberi makan orang-orang yang hadir, memuliakan orang-orang fakir dan orang-orang yang mencintai beliau.
Ketiga, berkumpulnya orang untuk memperingati acara tersebut adalah sarana terbesar untuk berdakwah. Bahkan para da’i dan ulama WAJIB mengingatkan umat tentang Rasulullah, baik akhlaq, hal ihwal, sirah, muamalah, maupun ibadahnya, disamping menasihati untuk menuju kebaikan serta memperingatkan dari bala, keburukan, dan fitnah.
Yang pertama merayakan Maulid adalah shahibul Maulid sendiri, yaitu Rasulullah SAW, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa, ketika beliau ditanya mengapa berpuasa di hari senin, beliau menjawab, “ Itu adalah hari kelahiranku.” Ini nash yang nyata yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid adalah sesuatu yang diperbolehkan oleh syara’.

DALIL-DALIL MAULID
Pertama, peringatan maulid adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau bahkan orang kafir saja mendapatkan kegembiraan itu (sebagai tanda suka citanya Abu Lahab memerdekakan budaknya, Tsuwaibah. Kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringankan setiap hari senin tiba, demikian rahmat Allah SWT terhadap orang yang bergembira dengan Rasulullah SAW.)
Kedua, beliau sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah atas nikmat yang terbesar yang telah diberikan kepadanya.
Ketiga, gembira dengan Rasulullah SAW adalah perintah Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “ Katakanlah, ‘ dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira’.” (QS. Yunus: 58). Sedang Rasulullah SAW adalah rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut didalam Al-Qur’an, “ Dan tidak kami utus engakau melainkan menjadi rahmat semesta alam.”
( Al-Anbiya’: 107).
Keempat, Nabi SAW memperhatikan kaitan antara waktu dan kejadian-kejadian keagamaan yang besar yang telah lewat.apabila dating waktu ketika peristiwa itu terjadi,itu merupakan kesempatan untuk mengingatnya dan mengingatnya dan mengagungkan harinya.
Kelima, peringatan Maulid nabi SAW mendorong orang untuk bershalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Ahzab 56, “Sesungguhnya Allah dean beserta para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershlawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya”.
Keenam, dalam peringatan Maulid disebutkan didalamnya tentang kelahiran beliau, mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi beliau. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya. Kitab-kitab Maulid menyampaikannya semua secara detail.
Ketujuh, dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari Jum’at, disebutkan bahwa salah satu diantaranya adalah,”pada hari itu Adam diciptakan.” Hal itu menunjukkan dimuliakannya waktu ketika seorang nabi dilahirkan. Maka bagaimana dengan kelahiran Rasulullah sebagai nabi yang paling utama, dan rasul paling mulia?
Kedelapan, dalam peringatan mauled tercakup berkumpulnya umat, dzikir, sedekah, dan pengagungan kepada nabi SAW. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara’ dan terpuji.
Kesembilan, Allah SWT berfirman, “Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu, yang dengannya Kami teguhkan hatimu.” (QS. Hud:120). Dari ayat ini jelaslah bahwa hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk meneguhkan hati kita dengan berita-berita tentang beliau, lebih dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya.
Kesepuluh, tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf dan tidak ada di awal Islam berarti bid’ah yang munkar dan buruk, yang haram untuk dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang “baru” itu harus dinilai berdasarkan dalil-dalil syara’.
Kesebelas, tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika haram, niscyat haramlah pengumpulan Al-Qur’an, yang dilakukan oleh Abu Bakar RA, Umar RA, dan Zaid RA, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Qur’an. Haram pula apa yang telah dilakukan oleh Umar RA ketika mengumpulkan orang-orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan shalat Tarawih, padahal ia mengatakan, “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini.” Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan bid’ah yang haram apabila semua bid’ah diharamkan.
Contoh, televisi, handphone, listrik, lampu, motor, computer, dan lain-lain, semua itu tidak ada dizaman Nabi namun mengapa tidak ada yang mengatakan bid’ah.
Keduabelas, memperingati Maulid SAW berarti menghidupkan ingatan (kenagan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana sebagian besar Amaliah haji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji masa lalu.

0 komentar:

Followers

About Me

I am now a college boy in STMIK Balikpapan

Text

GEOTOOLBAR

  ©Template by Dicas Blogger.