Senin, 19 Oktober 2009

Al Imam Al Faqih Al Muqaddam Muhammad

[Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad - Ali - Muhammad Shohib Mirbath - Ali Khali' Qasam - Alwi - Muhammad - Alwi - Ubaidillah - Ahmad Al-Muhajir - Isa Ar-Rumi - Muhammad An-Naqib - Ali Al-'Uraidhi - Ja'far Ash-Shodiq - Muhammad Al-Baqir - Ali Zainal Abidin - Husain - Fatimah Az-Zahro - Muhammad SAW]

Beliau adalah Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, dan terus bersambung nasabnya sampai Rasulullah SAW. Beliau dijuluki dengan Al-Faqih Al-Muqaddam (seorang faqih yang diunggulkan).

Beliau adalah al-’arif billah, seorang ulama besar, pemuka para imam dan guru, suri tauladan bagi al-’arifin, penunjuk jalan bagi as-salikin, seorang qutub yang agung, imam bagi Thariqah Alawiyyah, seorang yang mendapatkan kewalian rabbani dan karomah yang luar biasa, seorang yang mempunyai jiwa yang bersih dan perjalanan hidupnya terukir dengan indah.

Beliau adalah seorang yang diberikan keistimewaan oleh Allah SWT, sehingga beliau mampu menyingkap rahasia ayat-ayat-Nya. Ditambah lagi Allah memberikannya kemampuan untuk menguasai berbagai macam ilmu, baik yang dhohir ataupun yang bathin.

Beliau dilahirkan pada tahun 574 H. Beliau mengambil ilmu dari para ulama besar di jamannya. Di antaranya adalah Al-Imam Al-Allamah Al-Faqih Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Salim Marwan Al-Hadhrami At-Tarimi. Al-Imam Abul Hasan ini adalah seorang guru yang agung, pemuka para ulama besar di kota Tarim. Selain itu beliau (Al-Faqih Al-Muqaddam) juga mengambil ilmu dari Al-Faqih Asy-Syeikh Salim bin Fadhl dan Al-Imam Al-Faqih Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Ubaid (pengarang kitab Al-Ikmal Ala At-Tanbih). Gurunya itu, yakni Al-Imam Abdullah bin Abdurrahman, tidak memulai pelajaran kecuali kalau Al-Faqih Al-Muqaddam sudah hadir. Selain itu beliau (Al-Fagih Al-Muqaddam) juga mengambil ilmu dari beberapa ulama besar lainnya, diantaranya Al-Qadhi Al-Faqih Ahmad bin Muhammad Ba’isa, Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Abul Hubbi, Asy-Syeikh Sufyan Al-Yamani, As-Sayyid Al-Imam Al-Hafidz Ali bin Muhammad bin Jadid, As-Sayyid Al-Imam Salim bin Bashri, Asy-Syeikh Muhammad bin Ali Al-Khatib, Asy-Syeikh As-Sayyid Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath (paman beliau) dan masih banyak lagi.

Dalam mengambil sanad keilmuan dan thariqahnya, beliau mengambil dari dua jalur sekaligus. Jalur pertama adalah beliau mengambil dari orangtua dan pamannya, orangtua dan pamannya mengambil dari kakeknya, dan terus sambung-menyambung dan akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW. Adapun jalur yang kedua, beliau mengambil dari seorang ulama besar dan pemuka ahli sufi, yaitu Sayyidina Asy-Syeikh Abu Madyan Syu’aib, melalui dua orang murid Asy-Syeikh Abu Madyan, yaitu Abdurrahman Al-Maq’ad Al-Maghrobi dan Abdullah Ash-Sholeh Al-Maghrobi. Kemudian Asy-Syeikh Abu Madyan mengambil dari gurunya, gurunya mengambil dari gurunya, dan terus sambung-menyambung dan akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW.

Di masa-masa awal pertumbuhannya, beliau menjalaninya dengan penuh kesungguhan dan mencari segala hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Beliau berpegang teguh pada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, serta mengikuti jejak-jejak para Sahabat Nabi dan para Salafus Sholeh. Beliau ber-mujahadah dengan keras dalam mendidik akhlaknya dan menghiasinya dengan adab-adab yang sesuai dengan syariah.

Beliau juga giat dalam menuntut ilmu, sehingga mengungguli ulama-ulama di jamannya dalam penguasaan berbagai macam ilmu. Para ulama di jamannya pun mengakui akan ketinggian dan penguasaannya dalam berbagai macam ilmu. Mereka juga mengakui kesempurnaan yang ada pada diri beliau untuk menyandang sebagai imam di jamannya.

Mujahadah beliau di masa-masa awal pertumbuhannya bagaikan mujahadahnya orang-orang yang sudah mencapai maqam al-’arif billah. Allah-lah yang mengaruniai kekuatan dan keyakinan di dalam diri beliau. Allah-lah juga yang mengaruniai beliau berbagai macam keistimewaan dan kekhususan yang tidak didapatkan oleh para qutub yang lainnya. Hati beliau tidak pernah kosong sedetikpun untuk selalu berhubungan dengan Allah. Sehingga tampak pada diri beliau asrar, waridad, mawahib dan mukasyafah.

Beliau adalah seorang yang tawadhu dan menyukai ketertutupan di setiap keadaannya. Beliau pernah berkirim surat kepada seorang pemuka para ahli sufi yang bernama Asy-Syeikh Sa’ad bin Ali Adz-Dzofari. Setelah Asy-Syeikh Sa’ad membaca surat itu dan merasakan kedalaman isi suratnya, ia terkagum-kagum dan merasakan asrar dan anwar yang ada di dalamnya. Kemudian ia membalas surat tersebut, dan di akhir suratnya ia berkata, “Engkau, wahai Faqih, orang yang diberikan karunia oleh Allah yang tidak dipunyai oleh siapapun. Engkau adalah orang yang paling mengerti dengan syariah dan haqiqah, baik yang dhohir maupun yang bathin.”

Berkata Al-Imam Asy-Syeikh Abdurrahman As-Saggaf tentang diri Al-Faqih Al-Muqaddam, “Aku tidak pernah melihat atau mendengar suatu kalam yang lebih kuat daripada kalamnya Al-Faqih Muhammad bin Ali, kecuali kalamnya para Nabi alaihimus salam. Kami tidak dapat mengunggulkan seorang wali pun terhadapnya (Al-Faqih Al-Muqaddam), kecuali dari golongan Sahabat Nabi, atau orang yang diberikan kelebihan melalui Hadits seperti Uwais (Al-Qarni) atau selainnya.”

Beliau, Al-Faqih Al-Muqaddam, pernah berkata, “Aku terhadap masyakaratku seperti awan.” Suatu hari dikisahkan bahwa beliau pernah tertinggal pada saat ziarah ke kubur Nabiyallah Hud alaihis salam. Beliau berkisah, “Pada suatu saat aku duduk di suatu tempat yang beratap tinggi. Tiba-tiba datanglah Nabiyallah Hud ke tempatku sambil membungkukkan badannya agar tak terkena atap. Lalu ia berkata kepadaku, ‘Wahai Syeikh, jika engkau tidak berziarah kepadaku, maka aku akan berziarah kepadamu.’”

Dikisahkan juga bahwa pada suatu saat ketika beliau sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya, datanglah Nabi Khidir alaihis salam menyerupai seorang badui dan diatas kepalanya terdapat kotoran. Bangunlah Al-Faqih Al-Muqaddam, lalu mengambil kotoran tersebut dari kepalanya dan kemudian memakannya. Kejadian tersebut membuat para sahabatnya terheran-heran. Akhirnya mereka bertanya, “Siapakah orang itu?.” Maka Al-Faqih Al-Muqaddam menjawab, “Dia adalah Nabi Khidir alaihis salam.”

Beliau, Al-Faqih Al-Muqaddam, banyak menghasilkan para ulama besar di jamannya. Beberapa ulama besar berhasil dalam didikan beliau. Yang paling terutama adalah dua orang muridnya, yaitu Asy-Syeikh Abdullah bin Muhammad ‘Ibad dan Asy-Syeikh Sa’id bin Umar Balhaf. Selain keduanya, banyak juga ulama-ulama besar yang berhasil digembleng oleh beliau, diantaranya Asy-Syekh Al-Kabir Abdullah Baqushair, Asy-Syeikh Abdurrahman bin Muhammad ‘Ibad, Asy-Syeikh Ali bin Muhammad Al-Khatib dan saudaranya Asy-Syeikh Ahmad, Asy-Syeikh Sa’ad bin Abdullah Akdar dan saudara-saudara sepupunya, dan masih banyak lagi.

Beliau wafat pada tahun 653 H, akhir dari bulan Dzulhijjah. Jazad beliau disemayamkan di pekuburan Zanbal, di kota Tarim. Banyak masyarakat yang berduyun-duyun menghadiri prosesi pemakaman beliau. Beliau meninggalkan 5 orang putra, yaitu Alwi, Abdullah, Abdurrahman, Ahmad dan Ali.

Radhiyallohu anhu wa ardhah…

[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]






Read more...

Rabu, 14 Oktober 2009

Imam Wajihuddin Abdurrahman Ad Diba`i (866 - 944 H)

Nama beliau Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Umar bin Ali bin Yusuf bin Ahmad bin Umar Al-Diba`i As-Syaibaniy. kata " Diba`" adalah julukan (laqob) kakeknya yang bernama Ali bin Yusuf Diba` yang dalam bahasa Sudan berarti putih.

Beliau dilahirkan di kota Zabid (Zabid (salah satu kota di Yaman Utara) pada sore hari Kamis 4 Muharram 866 H.) Kota ini sudah dikenal sejak masa hidupnya Nabi Muhammad SAW., tepatnya pada tahun ke 8 Hijriyah. Dimana saat itu datanglah rombongan suku Asy`ariah (diantaranya adalah Abu Musa Al-Asy`ari) yang berasal dari Zabid ke Madinah Al-Munawwaroh untuk memeluk agama Islam dan mempelajari ajaran-ajarannya. Karena begitu senangnya atas kedatangan mereka Nabi Muhammad SAW. berdoa memohon semoga Allah SWT. memberkahi kota Zabid dan Nabi mengulangi doanya sampai tiga kali (HR. Al-Baihaqi). Dan berkat barokah doa Nabi, hingga saat ini, nuansa tradisi keilmuan di Zabid masih bisa dirasakan. Hal ini karena generasi ulama di kota ini sangat gigih menjaga tradisi khazanah keilmuan islam.

Masa Kecil Ibn Diba`

Beliau diasuh oleh kakek dari ibunya yang bernama Syekh Syarafuddin bin Muhammad Mubariz yang juga seorang ulama besar yang tersohor di kota Zabid saat itu, hal itu dikarenakan sewaktu beliau lahir, ayahnya sedang bepergian, setelah beberapa tahun kemudian baru terdengar kabar, bahwa ayahnya meninggal didaratan India. Dengan bimbingan sang kakek dan para ulama kota Zabid ad-Diba'i tumbuh dewasa serta dibekali berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Diantara ilmu yang dipelajari beliau adalah: ilmu Qiroat dengan mengaji Nadzom (bait) Syatibiyah dan juga mempelajari Ilmu Bahasa (gramatika), Matematika, Faroidl, Fikih.

Pada tahun 885 H. beliau berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya. Sepulang dari Makkah Ibn Diba` kembali lagi ke Zabid. Beliau mengkaji ilmu Hadis dengan membaca Shohih Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Al-Muwattho` dibawah bimbingan syekh Zainuddin Ahmad bin Ahmad As-Syarjiy. Ditengah-tengah sibuknya belajar hadis, Ibn Diba' menyempatkan diri untuk mengarang kitab Ghoyatul Mathlub yang membahas tentang kiat-kiat bagi umat muslim agar mendapat ampunan dari Allah SWT.

Pelajaran penting dari ad-diba'i

Ibn Diba' mempunyai kebiasaan untuk membaca surat Al-fatihah dan menganjurkan kepada murid-murid dan orang sekitarnya untuk sering membaca surat Al-fatihah. Sehingga setiap orang yang datang menemui beliau harus membaca Fatihah sebelum mereka pulang. Hal ini tidak lain karena beliau pernah mendengar salah seorang gurunya pernah bermimpi bahwa hari kiamat telah datang lalu dia mendengar suara “ wahai orang Yaman masuklah ke surga Allah” lalu orang –orang bertanya “kenapa orang-orang Yaman bisa masuk surga ?” kemudian dijawab, karena mereka sering membaca surat Al-fatihah.

Karya ad-diba'i

Ibn Diba` termasuk ulama yang produktif dalam menulis. Hal ini terbukti beliau mempunyai banyak karangan baik dibidang hadis ataupun sejarah. Karyanya yang paling dikenal adalah syair-syair sanjungan (madah) atas Nabi Muhammad SAW. yang terkenal dengan sebutan Maulid Diba`i, Meskipun ada yang menisbatkan Maulid ini kepada Ibn jauzi, hanya saja pendapat ini sangat lemah.

Diantara buah karyanya yang lain : Qurrotul `Uyun yang membahas tentang seputar Yaman, kitab Mi`roj, Taisiirul Usul, Bughyatul Mustafid dan beberapa bait syair. Beliau mengabdikan dirinya hinga akhir hayatnya sebagai pengajar dan pengarang kitab. Ibn Diba'I wafat di kota Zabid pada pagi hari Jumat tanggal 26 Rojab 944 H
dan pengarang kitab. Ibn Diba'I wafat di kota Zabid pada pagi hari Jumat tanggal 26 Rojab 944 H




Read more...

Followers

About Me

I am now a college boy in STMIK Balikpapan

Text

GEOTOOLBAR

  ©Template by Dicas Blogger.